Sabtu, 19 Mei 2012

Silat Kumango Dan Filosofi Minangkabau


Silat atau biasa di sebut silek dalam dialek minangkabau adalah seni beladiri masyarakat minang yang juga berperan dalam mendidik manusia minangkabau untuk menjadi manusia yang mempunyai ketinggian baik lahir maupun batin (urang nan sabana urang/manusia yang sebenarnya manusia). Karena dalam tradisi silek minang tidak hanya di ajarkan untuk membela diri dalam bentuk belajar serangan atau hindaran, tapi juga di isi dengan materi-materi yang penuh filosofi yang di simbolkan dalam aplikasi gerakan silat. Menurut beberapa penelitian di sebutkan bahwa silek minang adalah hasil kolaborasi dari aliran silat di jaman minang kuno dahulu yang di sebut gayuang dengan beladiri dari luar minang, antara lain Harimau Campa, Kuciang Siam, Kambing Hutan, dan Silat Anjing Mualim dari Persia. Oleh Datuk Suri Dirajo semua unsur itu di rangkum menjadi satu aliran yang di sebut Silek Usali atau biasa di sebut Silek Tuo.
Silek Tuo ini memiliki gerakan yang sederhana, sehingga banyak pandeka – pandeka minang yang memodifikasi gerakan-gerakannya sesuai dengan pengetahuannya masing-masing, dan di beri nama sesuai dengan tempat asal silat tersebut atau kemiripan gerakan tersebut dengan alam sekitarnya (alam takambang manjadi guru), sehingga akhirnya banyak varian-varian silat minangkabau seperti silek lintau, silek pauh, silek sungai patai, silek kumango (berdasarkan lokasi), silek buayo, silek harimau, silek kuciang bagaluik, silek baringin (nama hewan/tumbuhan), silek starlak, silek sentak (berdasarkan gerakan) dll
Dari sekian banyak jenis silek yang terdapat di minangkabau itu, di kabupaten Tanah Datar tepatnya di kampung kumango, merupakan tempat asal silek yang di sebut silek kumango. Silek kumango merupakan salah satu aliran silek yang termuda, dan juga merupakan salah satu silek minang yang tumbuh berasal dari lingkungan surau. Silek Kumango di kembangkan oleh Syekh Abdurahman Al Khalidi yang merupakan mursyid Tarekat Samaniyah yang melakukan aktifitasnya di Surau Kumango. Perlu diketahui, Surau Syekh Kumango ini adalah salah satu tonggak penting dalam penyebaran tarekat khususnya tarekat samaniyah di minangkabau. Banyak orang yang datang untuk mengambil baiat tarekat ke Surau Kumango ini, dan sampai saat ini pun Surau Seykh Kumango menjadi pusat ziarah bagi para murid tarekat samaniyah yang ada di minangkabau, malaysia, kalimantan, dan sekitarnya.
Nama kecil Syekh Abdurahman Al Khalidi Kumango adalah Alam Basifat, sejak kecil Alam sudah di kenal sebagai parewa (preman), dan akhirnya belajar mengaji dan mengkaji termasuk ilmu tarekat. Cabang tarekat yang dikuasainya adalah Tarekat Samaniyah, Naqsyabandiyah dan Syatariyah, namun yang di ajarkannya kepada masyarakat dari Surau Kumango adalah Tarekat Samaniyah. Bakat parewa Syekh Abdurahman ini rupanya di salurkan dalam bentuk ilmu silat, yang dikemudian hari di kenal sebagai silat kumango.
Saat ini silek kumango di pimpin oleh Guru Gadang Lazuardi Malin Maradjo, di bantu oleh beberapa asistennya yang di sebut Guru Tuo, antara lain Uda Lesmandri, yang juga seorang praktisi tari kontemporer yang berbasis Silek Kumango.
Filosofi dalam silek kumango antara lain dimulai pada saat penerimaan murid baru (mangangkat anak sasian) yang di wajibkan untuk memenuhi syarat-syarat tertentu yang di sebut manatiang syaraik (mengangkat syarat/sumpah), yaitu dengan membawa barang2 tertentu:
1. membao lado jo garam (membawa cabai dan garam) –>merupakan simbol agar ilmu yang diperoleh akan melebihi pedasnya cabai dan asinnya garam
2. pisau tumpul–> sebagai simbol bahwa murid yang baru datang di ibaratkan sebagai pisau tumpul yang akan di asah di sasaran agar menjadi tajam
3. kain putiah/kain kafan–>simbol kepasrahan kepada Sang Khalik agar selalu siap utk kembali kepadaNya
4. jarum panjaik jo banang–>simbol efisiensi, hemat dan tidak boros
5. bareh sacupak–>simbol utk bekal agar mandiri
6. ayam batino–>ayam ini biasanya dipelihara di rumah guru dan telurnya di ambil utk dimakan bersama-sama
Sebagai mana sebagian besar silek minang lainnya, dalam pola langkahnya silek kumango juga menganut sistem langkah nan ampek (langkah empat). Pola langkah empat ini pada dasarnya adalah membagi ruang di sekeliling kita menjadi empat bagian, depan, belakang, kiri dan kanan. Pola ini banyak di temui di banyak aliran beladiri lainnya. Dalam silek kumango langkah ampek ni di simbolkan sebagai langkah Alif, Lam, Lam, Ha dan Mim, Ha, Mim, Dal, yang merupakan huruf hijaiyah dalam kalimah Allah dan Muhammad.
Langkah nan ampek ini adalah bagian dari pituah pituah filosofis urang minang yang biasa di sebut sagalo nan ampek. Dalam menghadapi orang atau anak yang susah untuk di atur, para orang tua minang suka mengatakan mengatakan “indak tau nan ampek” kepada anak2nya, tidak tahu yang empat, artinya itu adalah sindiran bahwa ia tak tau tentang yang empat itu.
Ampek macam batang aka
Partamo syariaik
Kaduo tarikaik
Katigo hakikaik
Kaampek makripaik

Urang nan ampek golongan
Partamo niniak mamak
Kaduo cadiak pandai
Katigo alim ulamo
Kaampek bundo kanduang
Adaik nan ampek
Partamo adaik nan sabana adaik
Kaduo adaik nan diadaikkan
Katigo adaik nan taradaik
Kaampek adaik istiadaik

Langkah nan ampek ini juga di simbolkan dengan sifat dari Nabi Muhammad SAW, yaitu Siddik, Tabligh, Amanah dan Fatonah. Dan banyak lagi filosofi minang yang terangkum dalam sagalo nan ampek.
Dari sisi ilmu batin, langkah nan ampek ini juga merupakan simbol dari nafsu manusia yang terdiri dari nafsu ammarah, lawwamah, sufiyah dan muthmainah. Dan ini juga merupakan awal dari ilmu untuk mencari saudara batin guna mencari DIRI yang sejati. Ini mirip dengan pemahaman sedulur papat lima pancer yang ada di tanah jawa. Sehingga pada akhirnya nanti akan menemukan jati diri manusia yang benar-benar MANUSIA. Ada empat tingkatan jenis manusia menurut pemahaman minangkabau yang juga terangkum dalam empat bagian, yaitu : urang, urang nan takka urang, urang nan ka jadi urang, urang nan sabana urang.
Selain langkah ampek, dikenal dalam silek minang juga dikenal filosofi langkah tigo, yang memiliki muatan filosofis serupa dengan langkah nan ampek, namun bila langkah ampek memiliki muatan agamis, sebaliknya langkah tigo memiliki muatan adat, yang menjadi landasan dalam pola pikir masyarakat minangkabau, termasuk dalam seni sileknya.
Adat babarih babalabeh
Baukua jo bajangko
Tungku nan tigo sajarangan
Patamo banamo alua jo patuik
Kaduo banamo anggo tanggo
Katigo banamo raso pareso

Alua jo patuik (alur dan kepatutan/kepantasan) secara singkat adalah logika, anggo tanggo (anggaran tangga) kedisiplinan, raso jo pareso (rasa dan periksa) adalah perasaan/olah rasa dan ketelitian/periksa.
Aplikasinya dalam ilmu silek adalah bahwa silek itu haruslah bersesuaian dengan ilmu pengetahuan/logika/masuk di akal, dalam mempelajarinya diperlukan kedisiplinan, dan terakhir yang tak kalah penting adalah pengolahan rasa untuk mempertajam gerakannya.
Dalam silek kumango, pengaruh sufistik dari Syekh Abdurahman juga tampak dalam filosofi, bahwa setiap serangan haruslah dielakan terlebih dahulu. Tidak tanggung-tanggung bukan sekali di elakan, melainkan di elakan sebanyak empat kali.
Elakan pertama di simbolkan sebagai elakan mande, dalam menghadapi serangan pertama dari seorang musuh, harus di elakan, dianggap nasihat dari seorang ibu kepada anaknya, jadi kita wajib memahaminya dan bukan melawannya.
Elakan kedua di simbolkan sebagai elakan ayah, jadi harus dipahami dan bukan dilawan.
Elakan ke tiga di simbolkan sebagai elakan guru, kita harus mengumpamakan bahwa itu adalah seorang guru yang sedang marah kepada kita sehingga wajib di pahami dan tidak dilawan dengan cara mengelakan serangannya,
Elakan keempat di simbolkan sebagai elakan kawan, yaitu di artikan bahwa itu adalah seorang kawan yang hendak bermain-main kepada kita sehingga harus kita pahami dan dalam gerakan silat harus kita elakan.
Baru pada serangan kelimalah seorang pesilat kumango dapat melakukan gerakan perlawanan, karena pada serangan kelima ini di ibaratkan si penyerang sudah bersama setan, sehingga wajib bagi kita untuk menyadarkannya, dalam aplikasi gerakan silat ini bisa dilakukan dengan gerakan serangan berupa pukulan atau sapuan kaki yang diakhiri dengan kuncian, dengan catatan bahwa serangan dari kita hendaknya tidak boleh sampai mencederai lawan, dan bahkan apabila lawan sampai kesakitan, minta maaf adalah hal yang patut dilakukan.
Dalam diskusi silat kumango beberapa waktu lalu di padepokan TMII yang diprakarsai oleh rekan2 sahabat silat (www.sahabatsilat.com) , ada seorang peserta yang menanyakan bagaimana aplikasi silek kumango dalam menghadapi lawan yang berada di bawah (jatuh atau menjatuhkan diri), misalnya saja dalam menghadapi seorang ahli gulat/grappling, ternyata dalam filosofi silek kumango di sarankan untuk tidak menyerang lawan yang posisinya sudah berada di bawah.
Dalam pepatah minang ini di simbolkan dengan “alah kanyang ka tambah” sudah kenyang masih mau nambah, maka yang terjadi adalah hilanglah rasa kenyang dan tibul rasa sakit perut. Karena lawan yang berada di bawah di posisikan sebagai lawan yang sudah jatuh, nah menyerang lawan yang sudah kita jatuhkan bisa mengakibatkan posisi kita malah menjadi lemah, maka sebaiknya di biarkan lawan sampai bisa berdiri kembali.
Jurus Silat Kumango :
1. Elakan (kiri luar, dalam)
2. Elakan (kanan luar, dalam)
3. Sambut Pisau
4. Rambah
5. Cancang
6. Ampang
7. Lantak Siku
8. Patah Tabu
9. Sandang
10. Ucak Tanggung
11. Ucak Lapeh
Dalam permainan silek kumango tidak dikenal permainan senjata, kecuali dalam kembangan yang berbentuk tarian. Sebagai silek yang berasal dari budaya surau, maka senjata yang dikenal dalam silek kumango adalah sarung. Jadi selain sebagai alat untuk beribadah, sarung juga merupakan senjata yang dapat di andalkan. Dalam diskusi silat kemarin itu Guru Gadang Amak Ar juga memperagakan gerakan beladiri dengan mempergunakan senjata sarung.
Demikianlah sekilas tentang silek kumango, yang selain berguna dalam fungsi pembelaadi diri, juga berperan dalam pembentukan moral manusia minang. Didalam silek ini banyak sekali pituah pituah urang minang dengan arti yang sangat dalam. Sangat di sayangkan kalau budaya ini sampai hilang di telan zaman.
Usang usang di pabarui
Nan lapuak di kajangi
Nan senteng di bilai
Nan taserak di kumpuekan
Nan hanyuik di pintehi
Nan takalok di jagokan
Nan hilang di cari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar